Sabtu, 08 Agustus 2009

Ngintip Foto Facebook Tanpa Add

0 komentar

Facebook tidak mengijinkan kita untuk menjelajah foto member facebook lain sebelum kita add, kadang kita penasaran untuk melihat foto member facebook lain yang terlihat dilist teman lain, kita ragu apakah difoto tersebut seseorang yang kita kenal? atau secara sekilas kita melihat seseorang yang cantik tapi apakah benar cantik atau malahan ganteng? atau malah setengah cantik setengah ganteng? ha? blaik. Kebanyakan orang memasang “the best picture” untuk profil mereka, dan oleh karena itu seolah-olah terlihat cantik ataupun ganteng, tapi cantik atau ganteng di satu foto belum tentu di foto lainnya lho, latar belakang (dilihat dari belakang) oke tapi efek samping dilihat dari samping) belum tentu, efek samping oke tapi masa depan mungkin suram heu heu…

Begini Cara Ngintip Foto Facebook Sebelum di Add :

Langkah Pertama :
* Login dulu ke facebooknya
* Install aplikasi Photo Stalker
* Klik Izinkan

Langkah Kedua :


1. Masukan Nama atau Nomor ID Facebook orang yang akan di lihat fotonya pada kotak, kemudian klik Get Photos
2. Kemudian klik Foto yang muncul.

Note: Nomor ID Facebook adalah deretan angka pada URL (alamat internet) facebook , contoh http://www.facebook.com/profile.php?id=1603167806, yang berwarna merah adalah Nomor ID Facebook.
Nah, tunggu apalagi, Selamat Mencoba !!!
Baca selengkapnya...

Senin, 03 Agustus 2009

Sekolah Gratis Sedang Kritis

0 komentar

DI layar televisi kita, hampir tiap hari disuguhkan iklan sekolah gratis. "Walaupun bapaknya sopir angkot anaknya bisa jadi pilot ... meskipun bapaknya tukang loper koran, anaknya bisa jadi wartawan! Asalkan ada kemauan." Itulah iklan sekolah gratis 9 tahun yang membuat masyarakat, terutama kalangan kelas ekonomi menengah ke bawah merasa gembira.

Tapi kegembiraan itu tak bertahan lama. Sekolah gratis yang banyak diiklankan di televisi itu tak berimplikasi secara signifikan terhadap beban biaya yang harus di tanggung orang tua siswa ketika musim ajaran baru.

Banyak pungutan, mulai dari Pendaftaran Siswa Baru, uang seragam, buku pelajaran yang membuat orang tua siswa kewalahan. Istilah sekolah gratis ternyata tidak semuanya total, tapi hanya SPP dan kebutuhan selebihnya orang tua siswa yang menaggung.

Sekolah gratis hanya pelipur lara saja terhadap rakyat miskin di tengah-tengah merebaknya anak kaum miskin yang terlantarkan. Menjelang tahun ajaran baru, orang tua siswa yang miskin dihadapkan pada realitas yang sebenarnya.

Banyak orang tua siswa yang bontang-banting mencari pinjaman uang untuk bisa menyekolahkan anaknya. Kantor pegadaian pun mengakui kalau menjelang tahun ajaran baru orang tua siswa banyak yang berdatangan untuk menggadaikan barang-barang berharganya.

Wajib belajar 9 tahun mulai dulu seringkali diidentikkan dengan sekolah gratis secara total oleh pemerintah. Padahal sejak awal (1994/1995 ) program ini digulirkan, ketika Wardiman Djojonegoro menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bagi Darmaningtyas (2004), kebijakan yang sangat politis dan jauh dari apa yang diidealkan dalam konteks realitasnya. Pemerintah secara formal-prosedural pada saat itu menggulirkan program ini tapi tidak ada petunjuk teknis secara riil penerapan di masyarakat.

Tak Ada Peraturan

Tidak adanya peraturan khusus dari program wajib belajar ini berimplikasi pada praktik-praktik penyimpangan di lapangan. Sekolah banyak melakukan pungutan-pungutan meski sudah ada program wajib belajar.

Ada sebagian sekolah yang takut sehingga mereka memaksa diam diri menunggu turunnya kebijakan lebih lanjut. Ini akan berimbas pada tersendatnya program pembelajaran. Pemerintah pun yang ditunggu-tunggu pada saat itu terkatung-katung dan seakan puas dengan kebijakannya.

Hingga kini ternyata penyakit klasik itu masih juga belum terobati. Di lapangan pendidikan gratis tidak ada. Pungutan sana-sini masih menjadi tradisi. Pemerintah tidak belajar pada kegagalan masa lalu untuk menggulirkan suatu kebijakan yang lebih menyentuh langsung terhadap pemberdayaan pendidikan kaum miskin.

Kebijakan formal-prosedural dari pemerintah pusat yang kemudian disebarluaskan dengan iklan-iklan di media elektronik tanpa peraturan tegas dilapangan seakan dianggap cukup untuk membuat pencitraan.

Menarik pungutan dari orang tua siswa bagi banyak sekolah diannggap lazim. Banyak lembaga yang mengeluh kalau dana BOS yang dicairkan pemerintah pusat tidak cukup untuk menggratiskan pendidikan secara total.

Dengannya, PSB, buku pelajaran, dan seragam sekolah menjadi lahan alternatif bagi sekolah untuk menambali anggaran-anggaran yang lain ketika tahun baru datang. Pemerintah pusat seakan tak mau tau tentang apa yang terjadi di lapangan. Ironinya banyak dari pungutan itu yang memakan jutaan rupiah. Pendidikan gratis pun seakan hanya ada di iklan saja.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar.

Lebih lanjut dalam Pasal 31 ayat (4) disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Dari beberapa Undang-Undang yang mendasari program Wajib Belajar, pendidian dasar 9 tahun sejatinya digratiskan. Pendidikan gratis yang menjadi amanat bangsa kita jangan sampai dijadikan alat kepentingan politis untuk pencitraan kekuasaan an sich, tapi bagaimana pendidikan gratis itu diupayakan oleh pemerintah pusat seraya berkordinasi dengan pemerintah daerah dan sekolah secara lebih realitis di lapangan.

Tidak Lepas Tangan

Kalau pemerintah pusat sudah menggulirkan kebijakan pendidikan gratis dengan anggaran-anggaran yang telah dipatok sesuai dengan kondisi sosiologis tiap daerah, maka pemerintah daerah harusnya tidak lepas tangan untuk mengkoordinasiklan pendidikan gratis ini terhadap lembaga-lembaga sekolah.

Kalau anggaran dari pusat yang selama ini banyak dialami sekolah kurang, pihak pemerintah daerah sejatinya lebih kreatif untuk menyiasati hal ini agar sekolah tidak membebankan pada orangtua.

Jambarana salah satu dari sembilan Kabupaten termiskin di Provinsi Bali. Kondisi pendidikan Jembrana (1999-2000) sangat mengenaskan. Separuh dari anak yang lulus SD tidak bisa melanjutkan pendidikan karena alasan ekonomi, lebih separuh bangunan SD dalam kondisi rusak, dan dari 200 SD yang ada, rata-rata siswa perkelas hanya 21 orang.

Tapi berbeda halnya dengan kondisi Jembrana (2000-2006) yang sudah layak dijadikan Kabupaten percontohan. Kabupaten Jembrana menggulirkan kebijakan pembebasan iuran wajib belajar pada sekolah negeri yang diatur oleh keputusan Bupati Nomor 24 tahun 2003 tentang pembebasan iuran wajib.

Pemerintah daerah, sebagaimana layaknya yang terjadi di Jambarana, bisa meram-pingkan birokrasi yang kurang dianggap penting untuk dialokasikan pada program pendidikan gratis. Hal ini membutuh pemimpin yang berani, visioner, dan mempunyia kepedulian yang lebih terhadap dunia pendidikan.
Sumber : SUARA MERDEKA
Baca selengkapnya...

Jalinan Teman

Powered By Blogger

Social Bookmarking Submission

DOMAIN GRATIS

 

paksoleh punya blog. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme Modified by Paksoleh | Distributed by Deluxe Templates