GENDERANG perang Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 sudah dimulai. Bunyi nyaring semakin seru dan panas. Ketiga pasangan capres-cawapres telah memperoleh nomor urut hasil undian di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pasangan Megawati Soekarnaputri-Prabowo Subianto (Mega-Pro) menempati nomor urut 1, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY-Boediono) nomor urut 2, dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win) nomor urut 3.
Suasana di KPU Sabtu lalu, relatif cair dan tidak terlalu tegang. Hanya sikap Yudhoyono terkesan canggung dan kaku. Sementara, Prabowo paling sigap dan penuh hormat, baik kepada Yudhoyono maupun Wiranto. Megawati juga tidak terlihat tegang, meski kurang luwes ketika menyapa Yudhoyono yang mantan anak buahnya. Di antara semua itu, yang terlihat rileks, adalah Kalla dan Boediono, nothing to lose.
Selain itu, Pilpres nanti diharapkan berlangsung tertib, jurdil, demokratis, serta berbagai kecurangan dan keburukan dalam pemilu legislatif 9 April lalu, tidak terulang kembali dalam Pilpres 8 Juli nanti.
Terasa Panas
Dalam dua minggu terakhir ini, suasana pemilihan presiden sudah terasa panas. Masing-masing kandidat dan Tim Sukses sudah saling sindir dan saling serang. Tanda panasnya peperangan terlihat ketika perang pernyataan dan urat syaraf antara Rizal Mallarangeng dan Fadli Zon atau Rizal dengan Fachrul Rozi. Ditambah antara Permadi, Fuad Bawazir vs Ruhut Sitompul yang nyaris baku hantam, semua itu hanya permulaan. Sudah pasti akan ada perang intelijen dan kampanye hitam bagi capres-cawapres, yang lebih seru dan panas lagi.
Selain itu, deklarasi pasangan capres-cawapres, Mega-Pro di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bantar Gebang, Bekasi yang spektakuler dan dihadiri puluhan ribu pendukung fanatiknya adalah contoh lain. Pengerahan massa itu merupakan salah satu manifestasi peperangan tersebut.
Ada yang lebih fenomenal mengapa pilpres 2009 ini terasa panas? Antara lain, karena tampilnya sosok capres dan cawapres, yang berkepribadian kuat, vokal, berani, tegas, berdaya tarik serta menguasai tema kampanye berikut visi-misi, dan program pemerintahannya.
Selain itu, ketiga kandidat presiden dan wakil presiden, masing-masing terdiri atas sosok populer di mata rakyat, ekspresif, termotivasi oleh pandangan dan komitmen yang eksplosif. Pasangan SBY-Boediono merupakan sosok yang teruji dalam mengendalikan pemerintahan dan dikenal luas di dunia internasional. SBY seorang purnawirawan jenderal Angkatan Darat dan doktor pertanian, sementara Boediono doktor dalam bidang ekonomi-moneter.
Begitu pula, pasangan JK-Wiranto, masing-masing sudah dikenal memiliki sosok pribadi ekspresif dan tidak suka basa-basi, ceplas-ceplos, rileks, dan bukan tipe yang not action talk only, melainkan lincah dan cepat bertindak. Meminjam semboyan JK, akan lebih cepat dan lebih baik, serta satu kata dalam perbuatan. Sedangkan Wiranto, punya karier militer sampai jenjang paling tinggi, yakni panglima TNI. Pasangan ini punya kans untuk maju pada putaran kedua.
Bagaimana dengan Megawati. Putri sulung Bung Karno ini, sudah lama berkiprah dalam politik nasional, sebagai Ketua Umum PDI-P, termasuk pernah menjabat Wakil Presiden dan Presiden, periode 1999-2004. Sedangkan sosok Prabowo pernah pegang Kopassus dan Pangkostrad yang nantinya akan diserahi tugas mengelola ekonomi dan sebagai cawapres tak kalah menarik, di mana Prabowo berpribadi ekpresif, cekatan, tegas, santun, dan berani. Serta tak boleh dianggap enteng, pasangan ini pun punya kans mengalahkan pasangan SBY-Boediono.
Itu gambaran capres-cawapres yang akan bertarung dalam Pilpres 8 Juli nanti. Soal siapa yang menang dalam istilah sepak bola, masih ada 90 menit dan injury time. Semua bisa mengubah persepsi yang kini mengunggulkan SBY-Boediono.
Goyah Sebelum Bertarung
Selain persoalan di atas, koalisi Partai Demokrat dengan mitranya PKB, PKS, PAN, dan PPP kini mulai kendor. Koalisi yang mendukung SBY-Boediono itu selain kurang solid juga goyah sebelum bertarung. Hal itu terlihat dari kurang kompaknya partai-partai koalisi menghadapi usulan penggunaan Hak Angket atas masalah pelanggaran hak konstitusional warga untuk memilih.
Fraksi PKB, PAN, PPP, dan BPD memilih mendukung penggunaan hak angket yang disulkan Fraksi PDI-P dan Partai Golkar. Itu sebabanya Ketua Fraksi Partai Demokrat, Syarif Hassan, kecewa terhdap PKB, PPP, PAN, dan Golkar. Syarif menyindir partai-partai koalisi itu tidak konsisten. Sementara, Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum PKB, lebih memilih abstain dari pada menolak penggunaan hak angket.
Pada tataran lain, Ketua Majelis Pertimbangan PAN, Amien Rais juga mengizinkan kader PAN mendukung capres-cawapres, di luar SBY-Boediono. Padahal secara resmi PAN mendukung SBY-Boediono.
Ditambah, sikap PKS yang mengusulkan agar istri Presiden dan Wakil Presiden memakai jilbab. Belum kalau jatah kursi menteri yang diberikan Yudhoyono kepada PKS, PKB, PAN, dan PPP tidak seperti yang diharapkan, bisa digoyang terus di Parlemen.
Ditambah penolakan terhadap Boediono yang dinilai neolib dan antek asing. Sehingga kalau tidak dimanage dengan baik, faktor Boediono bisa menjadi blunder bagi Yudhoyono. Ini berarti kans kemenangan JK-Win atau Mega-Pro seimbang dengan SBY-Boediono.
Sumber : SUARA MERDEKA
0 komentar:
Posting Komentar